Featured Post

Berikut ini Beberapa Mitos Seputar Anak Kecil Yang Beredar di Masyarakat

Hutang Orang Yang Sudah Meninggal Dunia Di Tanggung Ahli Waris

 

Hutang orang mati
Hutang orang sudah meninggal dunia


Dijelaskan dalam hadis bahwa ruh mayit terkatung-katung disebabkan hutangnya. Bagaimana jika ada ahli waris yang sanggup melunasinya?


Hadis yang menjelakan hal itu adalah:

نفس المؤمن مُعلقة بدَيْنِهِ حَتَّى يُقضَى عَنْهُ


Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan at-Tirmidzi, dan dia menganggap hadits tersebut Hasan. Mengenai maknanya, sebagaimana dikatakan oleh al-Mubarakfuri dalam kitabnya, Tuhfah al-Ahwadzi, seraya mengutip pendapat as-Suyuthi bahwa ruh seorang debitur tertahan dari tempatnya yang mulia. Sementara al-Irak mengatakan, ruhnya ditahan dan tidak ada hukum selamat dan hancur sampai hutangnya lunas. Menurut Imam asy-Syaukani, hadits terebut memberi peringatan kepada ahli warits untuk memperhatikan kewajiban mayit dengan melunasinya.


Akan tetapi, sebagaimana juga dikatakan oleh asy-Syaukani, hadits ini berlaku bagi mereka yang memiliki harta untuk melunasi hutang dan ia tidak melunasinya hingga ia meninggal. Berbeda dengan yang me- mang tidak memiliki harta untuk melunasi dan ia tetap bermaksud (Azm) melunasinya maka hutang orang tersebut dilunasi oleh Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits bahwa Allah melunasi hutang orang masih berkeinginan untuk melunasi hutangnya.


Kemudian, bagaimana jika ahli warisnya menanggung hutang dengan menjadi Kafil? Tentunya, tindakan ini lebih baik. Dengan artian, hutang mayit dialihkan tanggung jawabnya kepadanya, sehingga pemilik piutangnya bisa menagih langsung pada ahli waris. Dalam fikih, hal ini diperbolehkan, sehingga orang yang berhutang menjadi bebas ketika sang ahli waris melunasinya.


Lantas, bagaimana jika memang yang meninggal tidak berkeinginan untuk melunasi hutangnya hingga ia meninggal? Untuk hal ini, di akhirat kelak akan dipotong dari kebaikannya untuk diberikan kepada pemilik piutang. Sebab, di sana tidak ada yang paling berharga untuk diberikan kecuali amal kebaikannya. Hal itu, sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadits.

Referensi

Tuhfah al-Ahwada, 4: 164.

Komentar